Sabtu, 13 Juni 2015

PENDATAAN PENINGGALAN SEJARAH KERATON DI KERAJAN TAYAN KABUPATEN SANGGAU 1823-1867


Tugas Teori dan Metodologi Sejarah

PENDATAAN PENINGGALAN SEJARAH KERATON DI KERAJAN TAYAN KABUPATEN SANGGAU 1823-1867
 
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latal Belakang
Sejarah nasional indonesia mempunyai kurun waktu yang panjang dan berdensi banyak. Tetap pada dasarnya sejarah Indonesia tersebut dapat disederhanakan menjadi tiga prode yaitu masa tumbuh dan berkembangnya kerajaan-kerajaan tradisional, pada pemerintah colonial belanda dan fasisme jepang, masa republic indonrsia.
Kerajaan tradisional yang dimaksud disini adalah bahwa kerajaan-kerajaan yang ada di Indonesia bentuk dan cirri-cirinya bersifat local di dimasing-masing daerah,kerajaan-kerajaan ini bercorak agraris dan ada yang bercorak maritime dengan mata pencarian utama adalah perdagangan.
Dengan melihat uraian di atas, sebenarnya penulis ini dimaksudkan sebagai suatu usaha untuk memperoleh informasi tentang struktur dan perkembang kerajaan-kerajaan tradisional, khususnya kerajaan Tayan di Kabupaten Sanggau. Sebagai salah satu kerajaan  yang tidak begitu besar dan dipimpin oleh seorang penembaan, sepak terjaga kerajaan ini kurang begitu di kenal masyarakat di luar kalbar. Namun salah satu asset budaya dan seorang penembaan dan dibantu oleh manteri kerajaan. Gusti Lekar dikatakan sebagai pendiri kerajaan Tayan dan cikal belakang raja-raja di keraan Tayan.
Pertumbuhan dan perkembangan kerajaan ini tidak lepas dari situasi dan kondisi dari kerajan lain dikalimantan barat. Kedatangan dan penguasaan bangsa asing di kerajaan-kerajaan islam yang ada di Kalimantan menjadi suatu masa tersendiri yang member pengaruh terhadap perkembangan politik dan social ekonomi masyarakat.

B.     Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan latal belakang yang ada, maka permasalahan umum yang dalam penelitian ini adalah, “Pendataan Peningalan dan Perkembangan Sejarah Keraton  Di Kerajaan Tayan Kabupaten Sanggau?”
1.      Bagaimana perkembangan latal belakang munculnya keraton di kerajaan di Tayan kabupaten Sanggau?
2.      Bagaimana kegiatan inti sejarah keraton di kerajan Tayan Kabupaten Sanggau?

C.    Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan umum untuk memperoleh informasi dan kejelasan tentang pendataan peninggalan dan perkrmbangan keraton di kerajaan Tayan Kabupaten Sanggau. Secara khusus peneliti ini bertujuan untuk memperoleh:
1.      Memberikan  infomasi tentang masa lampau sebagai bahan pendidikan, perbandingan bagi generasi muda dan generasi penerus.
2.      Meningkatkankesadaran sejarah masa lampau yang penting artinya untuk menumbuhkan atau membangkitkan semangat patoriotisme dan nasionalisme, semangat persatuan dan kesatuan, juga kebanggaan nasional sebagai wujud dari rasa cinta nusa dan bangsa.
3.      Menanamkan nilai-nilai yang belaku dipedomani dan diteladani dari tokoh Palawan kita yang telah gugur dan mengambil perajaran dari hal-hal yang tidak patut diulangi atau ditiru

D.    Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membelikan manfaat dan dapat di jadikan pengembangan bagi pihak yang berkaitan sebagai berikut:
1.      Bagi generasi muda dan masyarakat, agar dapat menumbukan dan mengembangkan semangat patriotism, semangat persatuan dan kesatuan serta cinta kepada  tanah air.
2.      Bagi guru dan siswa,dapat memperoleh informasi mengenai sejarah sebagai suatu peristiwa maupun sejarah sebagai pendidikan secara benar.
3.      Bagi Penrliti, penelitian ini dapat dijadikan salah satu bahan untuk menambah pengetahuan dan wawasan social dalam kehidupan ilmu sejarah serta menatap ilmu pendidik dan pemberajaran yang peneliti dapat selama perkuliahan. Ternyata nilai-nilai luhur yang pelu diteladani.

E.     Ruang Lingkup Penelitian
Pembahasan masalah berkasisar pada memaparkan cikal bakal dari kerajaan Tayan sampei masuknya pengaruh kekuasaan asingdalam kehidupan politik kerajaan Tayan. Yang melatar belakangi keraton di kerajaan di Tayan kabupaten Sanggau, dalam tumbuh dan perkembangannya kerajaan Tayan mempunyai keterkaitan dengan kerajaan yang ada di sekitarnya yaitu kerajan sanggau dan kerajaan maliau.
Setelah itu juga dibahas masalah sejauh mana pengaruh asing masuk dalam kehidupan masyarakat dan sejarah keraton di kerajaan Tayan, pada abad 20 dan diakhiri dengan kembalinya negara Indonesia dari tangan penjajah.

BAB II
PENDATAAN PENINGGALAN SEJARAH KERATON DI KERAJAN TAYAN KABUPATEN SANGGAU 1823-1867
A.    Latal Belakang Munculnya Kerajaan Tayan
1.      Asal-usul
Kalau kita bicarakan kerajaan Tayan, maka kita ntidak bias melepaskan dari kerajaan tanjungpura, yang melupakan pendahulauan sebelum kerajaan Tayan terbentuk. Kerajan tanjung pura merupakan kerajaan pertama yang ada di Kalimantan Barat. Terletak dikabupaten ketepang dan mengalami masa-masa kebesarannya pada abad ke-XVI.
Sebagai kerajaan yang besar, Tanjungpura mempunyai wilayahyang luas, di Utara berkembang sampai ke Tanjung Datuk, di Selatan berbatasan dengan Tanjung Puting, sedangkan ke Timur berbatasan sampai ke Sintang dan di sebelah barat mencapai kepulau Tujuh dan Kalimantan (Lontaan 19..:15). Dengan melihat luas wilayah tanjungpurapada masa itu, maka diperoleh gambaran hamper meliputi sebagian besar wilayah Kalimantan Barat sekarang ini.
Dari cerita yang sudah diyakini turun temurun, dahwa  raja-raja kerajaan Tanjungpura mempunyai garis keturunan dari raja-raja Jawa. Sedangkan dari sejarah raja-raja melayu, ditarik lebih jauh dari garis keturunan dari mulai raja damarwulan.
Raja Damarwulan diceritakanan beristrikan ratu kencana ungu dan mempunyai putra pertama Bijaya. Bijaya inilah yang menurunkan Brawijaya dengan wanita setempatmemperoleh putra mpertama raja Japarung yang meneruskan tahtanya menjadi raja di Sukadana. Kemudian keturunannya Pangeran Karang Tanjung menjadi raja mengantikan ayahnya, meninggalnya Pangeran Karang Tanjung. Panembahan Galanerang diangkat menadi raja bergelar Panembahan Banhdala, dan dari hasil perkawinannya menurunkan putera bernama Panembahan Sukadana.
Dua orang putera yaitu Panembahan Air Mala seorang puteri dan Panembahan Air Jaga, melanjutkan kedudukan ayahnya yaitu Panembahan Sukadana. Panembahan Air Jaga sendiri berputerakan Panembahan Ui Barun, Panembahan Ui Barun menurunkan putera Dikiri Kusuma. Dari perkawinan Panembahan Dikiri Kusuma lahir dua orang putera yaitu Duli Maulana Sultan Muhammad Satiuddin diakui sebagai raja yang pertama kalimemiliki agama islam dan diislamkan oleh tuan Syekn Syamsuddin.
2.      Keadaan Sosial dan Ekonomi
Sumber berbahasa Belanda dengan Judul Borneo’s Westar Atdealing telah sedikit banyak mengulas situasi social, ekonomi maupun keadaan umum daerah Tayan pada sekitar ± 1823 pada masa itu Tayan masih merupakan daerah bagian administrasi dari kerajaan landak. Sampai pada tahun 1865 dikeluarkanlah lembaran Negara nomor 48 tahun 1865 yang menyatakan daerah tayan berdiri  sendiri dengan pusat pemerintahannya ada di kota Tayan. Dengan keputusan Belanda tanggal 11 april 1895 Nomor 9 ditempatkan seorang kontrolir dan asisten kontrolir untuk menjalankan pemerintahan di Tayan. Dari data tersebut terlihat bahwa pada sekitar tahun tersebut Tayan telah menjadi bagian, jajahan pemerintah Belanda, tepatnya pada tahun 1828.
Batas-batas wilayah kerajaan Tayan dituangkan dalam perjanjian yang berisikan penyerahan pemerintahan kerajaan Tayan kepada pemerintahan Belanda (ikhtisar keadaan politik hHindia-Belanda tahun 1839-1848). Menurut perjanjian itu pula Tayan diserahkan kepada pemerintah Belanda dan menjadi kedudukan gezagheber. Luas wilayah kerajaan Tayan meliputi daerahnya dan daerah Meliau. Landschap Tayan dan Meliau ini di sebelah Timur berbatasan Sanggau dan Sekadau,batas-batas lain dari gunung Ambawang disebelah barat, sampai pada perbatasan dengan simpang disebelah selatan.
Daerah tayan pada masa itu sebagian besar penduduk pribumi tinggal dipingir sungai dan sebagian besar adalah suku dayak. Damun keberadan suku dayak lambat laun tergeser oleh suku melayau maupun suku pendatang, sehinga pada saat sekarang sebagian besar suku dayak lebih suka tinggal di daerah peldalaman. Mereka kebanyakan bermata pencaharian pertanian dan hasil-hasil hutan. Suku melayau dan suku pendatang lainnya pada umumnya bermata pencaharian nelayan dan berdagang, ada juga di daerah Tayan pemukiman orang-orang Cina, yang asal mula kedatangan mereka untukmengali emas.
Penyebaran penduduk pada masa itu belum merata, batang Tarang melupakan kota yang perpenduduk agak ramai dibandingkan daerah lain. Kehidupan lebih makmur dimana banyak terdapat pohon aren dan juga tanah-tanah lindung, yang luas dengan jumlah penduduk sebesar 345 jiwa terdiri dari 275 jiwa suku Melayu dan 70 jiwa suku Cina.
Begitu juga ibukota Melayau, mempunyai penduduk berjumlah 414 jiwa suku Melayau dan 190 jiwa orang suku Cina (JJ.K. Enthoven,1903, halaman 752). Di kota ini terdapat tempat tnggal  sultan melayau yang masa itu dikatakan telah runtuh. Keruntuhan dari kerajaan Meliau dikarenakan selain telah jatuh ketangn Belanda juga keturunan sultan sendiri yang terakhir tidak mempunyai keturunan, sehingga pemerintahan mengalami kevakuman oleh pemerintahan Belanda kekuasaan atas kerajaan Meliau diserahkan kepada raja Tayan hulu untuk mengendalikan pemerintahan.
Kehadiran orang Cina di Tayan pertama kali berkaisar pada akhir pada Abad 18, sejak pemerintahan pangeran Sumayuda, bersamaan waktunya dengan sultan Sarif Abdulrahman memerintah kerajaan Pontianak. Awal kedatangan suku Cina di Tayan tidak mendapat sambutan dari pemerintah kerajan Tayan maupun rakyat, namun dengan sedikit memaksa akhirnya raja Tayan mengijikan suku China tingal di Tayan. Maksud dan tujuan Cina datang kedaerah Tayan, tak lain adalah membuka pertambangan khususnya biji besi.
Mengenai hasil bumi yang terdapat di daerah Tayan maupun Meliau, pada masa itu telah mengenal pertanian terutama padi, padi ditanam pada lahan-lahan yang subur dengan mengunakan pola perladangan berpindah. Padi yang dihasilkan pada umumnya hanya untuk memenuhi kepeluan sendiri, selain hal ini sisebabkan produksi tidak banyak, hasil panen sering gagal, ditamba lagi adanya pemaskukan beras saingon dari Pontianak.
Selain padi, masyarakat juga menanam tanaman seperti ketela, jagung, ketimun,dan tebu sebagai tanaman sampingan untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Pada umumnya masyarkat lebih mengantungkan penghasilannya dari kekeyaan hutan.
Hasil hutan yang banyak terdapat di Kalimantan Barat khususnya Tayan dan Meliau adalah beberapa jenis kayu yang mutunya baik seperti jenis kayu berian yang dapat di ekspor. Begitu juga dengan getah yang mempunyai kualitas yang baik, sebagai bahan perdagangan sangat laku dipasaran eropa terutama jenis getah jelutung yang masih banyak terdapat dihutan daerah sungai Labia dan di perbatasan Simpang, serta didaerah Meliau. hal ini memacu orang belanda mendirikan pablik di Meliau.
Rotan, tengkawang dan juga dammar merupakan hasil hutan lainnya yang menjadu mata pencaharian penduduk. Juga gula aren dan tempoyak sebagai industri rumah tangga yang digemari oleh masyrakat di luar daerah Tayan dan Meliau.
Pada masa itu pembudidayaan tanaman merica di dataran-dataran rendah sepanjang Kapuas antara lain Tayan dan Meliau dengan tujuan sebagai barang dagangan untuk ekspor. Namun barang yang dihasilkan tidak lah seberapa banyak, dibandingkan dengan hasil-hasil hutan lainnya.
Selain hasil hutan, di daerah Tayan dan Meliau mengandung bahan-bahan minelar seperti besi dan emas. Namun karena pengolahan masih bersipat tradisional, maka produk yang di hasilkan kurang memuaskan,sisamping adanya persaingan dari daerah lain.
Dengan melihat kondisi yang telah disebut diatas, maka pada umumnaya penduduk lebih mengutamakan mata pencari mereka pada perdagangan hasil-hasil hutan, yang memang pada waktu itu masih banyak kekayaan hutan yang bias diperoleh dibandingkan jumlah penduduk yang ada. Perdagangan dilakukan baik dengan daerah-daerah lain di sekitarnya maupun perdagangan keluar negeri. Jalur perdagangan penting dilakukan melalui sungai mengingat bawah sungai-sungai yang bias di layari dan masih susah mencari jalan darat. Sungai-sungai itu seperti sungai Buayan, Embuwan, Meliau, Tayan dan lain-lain, sampai sekarang masyrakat masih banyak mengunakan jasa transpotasi melalui sungai, meskipun telah banyak dibangun jalan-jalan darat. Hal ini disebabkan karena daerah yang akan kita capai kadang-kadang tidak bias kita tempuh melalui darat, dan jalan satu-satunya adalah melalui sungai terutama daerah-daerah yang berada di perdalaman.
Kondisi social budaya masyarakat Tayan maupun Meliau pada waktu itu masih dapat dikatakan tradisional. Disini dapat kita lihat pada tujuan mereka yang hanya memenuhi kebutuhan sendiri dan cara mengelolah lading yang menggunakan pola perladangan berpindah. Begitu juga mata pencaharian mereka yang hanya mengandalkan dari kekayaan hutan yang makin lama tentunya akan habis.
Keadaan ini berangsur-angsur berubah ada kedatangan orang-orang asing pada masa pemerintah  Belanda. Masyarakat Meliu di perkenalkan dengan pabrik-pabrik kayu maupun karet. Masyarakat Meliu berfikir untuk menanam pohon-pohon baru, karena pemerintahan Belanda maupun orang-orang asing tersebut benar-benar mengeksplotasi hasil-hasil hutan sebagai barang perdagangan di pasaran.

B.     Sejarah Kerajaan Tayan
1.      Sebelum Kedatangan Bangas Belanda
Seperti yang tertulis dalam bab terdahulu, bahwa Gusti Laskar menikah dengan Encik Periuk dan menurunkan raja-raja di Tayan. Encik Periuk adalah putra dari KyaiJaga Raga yang tidak diketahui secara pasti asal usulnya, menurut beberapa orang dan masyrakat, Kyai Jaga Raga adalah ketua dayak Labang. Namun kalau dilihat dari namanya itu satu hal yang tidak mungkin, karena nama Kyai menyirakan seseorang pemimpin Islam, namun biasanya mereka berubah menyebut dirinya Suku Melayau. Jadi ada yang memungkainkan Kyai Jaga Raga adalah seorang pendatang yang berhasil menjadi pemimpin Dayak Lebang pada waktu itu.
Menurut Silsilah Kerajaan Tayandisebutkan bahwa Gusti Lekarmempunyai anak 3 orang putera dan 1 orang puteri. Putera pertama bernama Gusti Gaguk bergelar pangeran Mancar Diningrat Utin Halijah, menjadi Raja di Tayan menganti ayahnya. Sedangkan anaknya yang kedua bernama Gusti Manggar bergelar pangeran Prabu Anom menjadi raja kerajaan Meliau. Anak yang ketiga bernama Gusti Togok bergelar Pangeran Kusuma beristrikan Ratu Sari Kandi menurunkan raja-raja di Kerajaan Sanggau, kemudian Abang Sembilan Hari Pangeran dari Emabu Hulu Kapuas, tidak diketahui nnasibnya.
Dari silsilah kerajaan Tayan Pangeran Mancar berputarkan Gusti Ramal yang mempunyai isteri bersama Utin Indut bergelar Ratu Gusti Ramal dan mengantikan kedudukan ayahnya dengan bergelar Pangeran  marta Jaya Kesuma. Perkawinannya dengan Utin Indut memperoleh 3 orang putera dan 1 orang puteri. Putera pertama menganti kedudukan ayahnya bernama Pangeran Suma Yuda bergelar Penembahan Tua, yang sering juga disebut Pangeran Kamaruddin.sedangkan dua orang putera lainya bernama Pangeran Mangku dan Pangeran Tanjung, dan puterinya bernama Utin Blondo.
Adapun pusat pemerintahannya, menurut beberapa narasumber, ibukota Kerajaan Tayan mengalami perpindahan sebanyak 4 (empat) kali. Ibukota pertamakali diyakini berada di Desa Tanjung,kemudian dipindakan ke Rayang di Desa Melugai. Di Rayang terdapat bekas-bekas peningalan sejarah berupa makam raja benteng kerajaan,  meriam dan lokasi kerajaan yang sudah hancur. Perpindahan ibukota dari Tanjung ke Rayang tidak di ketahui secara pasti tahunya,namun menurut narasumber perpindahan dari raying ke Teluk Kemilun, Kecamatan Tayan Hilir terjadi sekitar ± tahun 1875. Disini terdapat peningalan-peningalan sejarah berupa bekas-bekas kerajaan dan makam. Pada tahun sekitar 1901 pusat pemerintahan dipindahkan ke desa pedalaman oleh Panembahan Muhamad Ali.
Dari data-data yang terkumpul tidak dpat di ketahui secara pasti sebab dari perpindahan pusat pemerintahan dan oleh siapa. Hanya pada masa permerintahan Gusti Lekar, kerajaan Meliau masih menjadi daerah kekuasaan Karajaan Tayan, yang kemuidian di pencah menjadi dua di bagikan kepada kedua anaknya  yaitu Pangeran  Mancar dan Pangeran Prabu Anom. Gusti Lekar mendirikan pusat pemerintahannya di Mungguk Batu Angkat (di Meliau), yang menurut beberapa sumber terdapat makam Gusti Lekar kalau memang benar makam yang  ditemukan di  Meliau itu makam Gusti Lekar, maka ada kemungkinan Gusti Lekar mendirikan pusat pemerintahannya di sana, dan kemudian di pindahkan ke Desa Tanjung oleh pengantinya yaitu Pangeran Mancar. Saying dalam silsilah kerajaan Tayan tidak di sebutkan tahun pemerintahanya, sehingga tidak di temukan tahun pemindahannya dan sispa-siapa yang memerintahnya.
Begitu juga dengan pemindahan pusat pemerintahan dari Tanjung (Muara Sungai Tayan) ke Rayang tepatnya di Desa Melugai. Namun pada itu Bangsa Belanda datang ke Tayan, pada tahun ± 1818 dan dibuatlah satu kontrak perjajian Kerajaan Tayan dan Pemerintah Belanda pada tahun 1822. Dalam penanadatagan kontrak tersebut pemerintah Belanda di wakili oleh Komisaris Tobias, sedangkan Raja Tayan di wakili oleh Gusti Mekkah yang pada saat itu berumur 16 tahun (Gusti Ismail, 1980). Maka mulai pada saat itulah kerjaan Tayan resmi menjadi Negara Bagian dan jajahan pemerintah Belanda.
2.      Pada Masa Pemerintahan Belanda
Dalam perjanjian dalam pemerintah Belanda dengan Kerajaan Tayan seperti disebut diatas secara jelas bahwa pemerintah Belanda sebagai satu-satunya penguasa yang sah di kerajaan Tayan dan keberadan Gusti Mekkah yang bergelar Pangeran Nata Kusuma diakui, oleh pemerintah Belanda, karena di dalam perjanjian itu telah diatur bahwa untuk pemilihan sultan baru dilakukan setelah mendapat persetujuan dari pemerintah Belanda. Setlah itu juga ditetapkan peraturan unntuk semua suku yang menetap di Tayan baik itu Melayau, Bugis, Cina maupun orang-orang asing harus mengikuti persetujuan dantundukan pada pemerintah Belanda. Penguasa di atas tambang-tambang dan pemungutan pajak, semua diserahkan kepada pemerintahan Belanda, hasil pendapatan dari semua pungutan setelah dipotong biaya administrasi sebagian diserahkan kepada Panebahan.
Selanjutnya kolntrak perjanjian antara Belanda 1823. Pokok-pokok perjanjian yang baru ini mengatur secara lebih terperinci kekuasaan pemerintah Belanda yang yang sudah makin merugikan kedudukan raja sebagai panembahan. Kontrak pada tanggal 8 Oktober 1823 telah merubah perjanjian di mana panembahan Nata Kesuma tidak pelu lagi memungut pajak/upeti dan memberikan pelindungan kepada para pedagang. Sebagai gantinya perintah Belanda memberikan tujuan ganti rugi sebesar 1.000 Golden setiap tahunnya.
Pemerintahan panembahan Nata Kesuma tidak belangsu lama karena meninggaldalam kecelakaan yaitu tenggelam pada tahun 1825. Sebagai sebagai pengantinya maka diangkatlah saudara laki-lakinya bersama Gusti Rapa, karena sebaga  panembahan Gusti Rapa pun tidak belangsung lama, beliau hanya memerintah selama 3 tahun dan tidak mempunyai keturunan.
Setelah  Panebahan Gusti Repa meninggal, ada dua sember yang menyatakan perbedaan mengenai pengantinya, sember pertama dari silsilah kerajaan Tayan yang diyakini oleh keturunnya adalah Utin Blondo yang bergelar pangeran Ratu Kesuma. Sedangkan sumber lain menyatakan pengantinya adalah Pangeran Martajaya Kesuma ipar almarhum panembahan Tuwa, yang membuat kontrak baru dengan residen Vd Dengan Gronovius pada narasumber menyatakan bahwa pada masa itu telah diangkat Utin Blondo mengatakan Gusti Rapa, bergelar Ratu Kesuma Negara, namu dalam memerintah negaranya, diserahkan kepada suaminya Gusti Hasan, memperoleh gelar Panembahan Mangku Negara Suria  Kesuma. Mengkin yang dimaksut dari pernyataan J.J.K Enthoven adalah panebahan  Mangku Negara Suria Kesuma karena dikatakan sebagai ipar  almahum Panembahan Tiwa.
 Siapa yang menjadi pengantinya, yang jelas dengan adanya konyrak baru yang ditandatanganiberarti ada perubahan-perubahan  palasl dalam perjanjian yang lalu. Kalau dulu semua pajak dan sewa tanah semua sewa tanahdiserahkkan kepada pemerintah Belanda, maka hanya pajak penjualan candu yang masaih di tangan pemerintahan. Apa yang dimaksud dengan  perdagangan candu disini, tidak ada penjelasan, apakah itu memang benar-benar candu, ataukah barang-barang yang dapat digolongkan pada jenis canduatau rokok.ketentuan lainnya pemberian tunjangan kepada keluarga almarhum panembahan, sementara usaha mereka  dalam didang perkayuan telah dirapas oleh pemerintah Belanda. Rakyat kerja keras sebagai buruh dan masih memelihara benteng milik pemerintah Belanda.
Sementara itu pemerintah Belanda menyerahkan segala urusan penarikan pajak dan semua yang wewenangannya kepada seorang petugaspribumi yang disebut kapiten’
Panembahan selanjutnya adalah putera Utin Blondo yaitu Gusti Inting yang mengambil gelar sama dengan ayahnya yaitu Pangeran Mangku Negara Suriya Kesuma. Pada masa ini banyak mengalami perubahan yang berarti. Pemerintahan berhasil memperoleh kembali tambang-tambangnya besaerta dengan hasilnya. Pos-pos militer yang sejak lama telah ditempatkan di Tayan, pada tahun 1833 ditarik kembali dan pada tahun 1837 juga ditarik kembali sisanya, sehinga pada Panembahan Mungku Negara Suriya Kesuma, pasukan militer belanda sudah tidak ada lagi. Pada waktu itu juga sudah kontrak baru pada tanggal 5 April 1855.
Dalam kontrak baru ini terdapat beberapa ketentuan baru antara lain adanya larangan pemungutan pajak-pajak di sepanjang Kapuas, hasil tanaman (upeti tumbuh-tumbuhan)dari hasil-hasil lain suku Dayak yang mengikuti kekuasaan Tayan diserakan kepada sultan. Sedakan pajak-pajak yang dipungut dari suku China dan bangsa asing lainya, langsung diserakan kepada pemerintah Belanda. Sebagai gantinya sultan diberikan tunjangan tanah sebanyak 600 golden. Pada masa itu juga terjadi perselisihan antara Kerajaan Tayan dengan Kerajaan Landak,  sehinga akhirnya timbul peperangan.
Pada tahun1858 pemeriintah Belanda memberikan gelar baru panembahan Anom  Paku  untuk menganti nama Mangku, sehinga menjadi [angeran Anom Paku Negara Suriya Kesuma. Setelah memerintah selama ± 18 tahun, Pangeran Anom Paku Negara Surya Kesuma mengundur dirider jabatannya dan siganti oleh saudaranya.
Panembahan Pangeran Anom Paku Negara Suriya Kesuma memerintah Kerajaan Tayan dari tahun 1855-1873, menurut silsilah Kerajaan Tayan, beliau meninggal pada tanggal 23 november 1873 di Batang Tarang.  Namun berdasarkan tulisan J.J.K. Enthoven  Mengatakan Panembahan Pangku Negara Suriya meninggal pada bulan November 1870 dalam usiah 60 tahun,tanpa meninggalkan keturunan. Sebagai penggantinya atas persetujuan persetujuan pemerintah Belanda diangkat saudara laki-laki Panembahan yaitu Gusti Karma yang bergelar Panembahan Diningrat Kusumanegara. Panembahan yang baru inimemerintah pada tahun 1873-1880.
Pada pemerintahan Panembahan Adinigrat Kusumanegara Yang hanya 3 tahun,  tidak membuahkan perubahan yang berarti baik bagi rakyat dan Kerajaan maupun bagi kepentingan pemerintah Belanda. Namun anak Gusti Muhammad Ali menganti kedudukan ayahnya, membuat beberapa perubahan yang penting dalam masa pemerintahannya. Panembahan Adiningrat Kusumanegara mempunyai 5 orang anak, 3 orang putere dan 2 orang puteri. Puteranya yang sulung bernama Gusti Muhammad Ali dilibatkan menjadi Raja bergelar Panembahan Paku NegaraSuriya Kesuma.
Dalam kontrak tersebut djumpai berbagai ketentuan-ketentuan yang tidak terdapat dalam konteak yang dibuat pada tahun 1855. Ketentuan itu seperti kesiapan dari mkerajaan tentang pewaris tahun yang cukup dewasa, perbedaan-perbedaan kedudukan bagi orang-orang Eropa dan orang-orang asing lain baik dari negeri Timur maupun Barat. Pemberian ijin atas pembukaaan tanah untuk pertambangan, ketentuan-ketentuan pajak mana yang boleh dipunggut oleh penguasa pribumi dengan dibebankan kewajiban untuk menjadi keamanan pedagang dari para perompak dan sekaligus member pertolongan bagi kapal yang karam. Dalam perjanjian baru ini juga dibahas mengenai pengadilan (Justisi) dan polisi, yang semuanya ini diatur dalam Lembaran Negara Hindia nBelanda tahun 1883 Nomor. 59.
Untuk pertama kalinya dalam perjanjian dengan pihak Belanda dicantumkan mengenai hukum  pengadilan  dan polisi keamanan. Namun kita tidak dapat mengetahui secara pasti apakah pengadilan dan polisi iti diperuntukan bagi bangsa Eropa sendiri.  Mengingat pada umumnya Kerajaan memiliki hokum daerahnya sendiri.
Batas-batas wilayah dari Kerajaan Tayan juga ditemukan dalam perjanjian itu, apalagi dengan adanya pernyataan kembali antara Kerajaan Tayan dengan Kerajaan Meliau pada tahun1885. Terbukti dengan adanya kegiatan Ratu Blondo menikahkan  puteranya dengan puteri dari Sultan Tua Meliau.
Dengan adanya kontrak perjanjian ini yang menemukan berbagai hal mengenai segala sesuatu yang menyakut bidang politik maupun ekonomi, yang jelas semakin memberatkan kaum probumi. Baik itu kaum biokrat kerajaan, terutama sekali rakyat yang meskin semskin meskin.


3.      Pada Masa Pendudukan Jepang
Bangkitnya jepang sebagai salah satu Negara yang kuat membuat pertumbuhannya kepercayaan Negara-negara Asia, yang selama ini didominasi oleh Negara-negara Barat. Keberhasilan Jepang melumpuhkan pangkalan Angkatan Laut Amerika terbesar di Pasifik pada tanggal 8 Desember 1941, membuat Negara-negara Eropa mulai memperhitungkan kekuatan baru ini. Kekalahan-kekalahan secara terus menerus yang dialaminya membuat semakin terpuruknya Negara-negara sekutu, terlebih lagi dengan kecepatan yang luar biasa Jepang telah bergerak menuju ke Selatan dilanjutkan oleh pendaratan Jepang di kota-kota Panting di Indonesia menyebabkan kekuasaan Hidia Belanda jatu ke tangan Jepang pada tanggal 5 Maret 1942, kemudian Jawa Timur pada tanggal 1 Maret 1942, selanjutnya Bandung  dan kemampuan yang luar biasa dalam waktu yang singkat Jepang dapat melumpuhkan Inggris di Melayu dan Birma, Amerika Serikat di Filipina dan Belanda  di  Indonesia.
Dengan adanya perjanjian di kalijati pada tanggal 8 Maret 1942, yang intinya meyerah total kekuasaan Belanda kepada Jepang, maka secara resmi kedaulatan Indonesia berada di tangan Jepang. Perubahan pemerintahan pun terjadi perubahan dari bentuk pemerintahan sipil menjadi pemerintahan yang dikuasai oleh militer.
Dengan melihat strategi politik yang telah diperhitungkan, Jepang menganggap Kalimantan mempunyai arti yang penting karenah teletak di tengah-tengah lalu lintas Asia Tenggara, di laut Cina Selatan dan terletak di tengah-tengah titik menuju Sumatera dan Jawa, terlebih lagi mempunyai kekayaan alam yang besar, maka Kalimantan Barat merupakan tujuan pertama sebelum penyerangan kepulau Jawa. Serangan terhadap Kalimantan Barat telah dilakukan sejak 19 Desember 1941, dengan menghujani kota Pontianak degan tembakan dan bom.
Penembakan dan pengeboman kota Pontianak terkenal dengan peristiwa “Pesawat Bom Sembilan”, dengan mengunakan Sembilan pesawat Jepang bermaksud menghancurkan tangsi militer  Belanda. Justru yang menjadi korban anak-anak yang tak berdosa, dan masyarakat sipil yang tak tahu apa-apa. Menurut Pastor A Adikardjana menjumlah korban serangan itu ± 2.500 orang.
Belem lagi habis masa berkabung, terjadi lagi serangan kedua pada tanggal 22 Desember 1941 dan serangan udara terhadap pemerintahan Belanda di Singkawang pada tanggal 27 Desember melumpuhkan pertahanan Belanda. Residen V.d. Zwaal dan komandan militer Vasqua dengan sejumlah pasukan dan pegawai sipil Belanda berusaha keluar dari Pontianak ntuk bergabung dengan pasukan KNIL yang berusaha mempertahaankan Singkawang dan Sanggau Ledo. Namun karena serangan gencar dari pasukan militer Jepang tidak dapat dipandang enteng oleh Belanda yang hanya mengandalkan pasukan mereka yang tidah seberapa dengan beberapa pesawat tempur dan pesawat penangkis serangan udara.
Kekuatan Belanda saat itu yang diperkirakan hanya sebanyak ± 700 orang menapat bantuan dari Jawa Sebanyak 8 brigade dan dipimpin langsung oleh Letnan Kolonel Al Gortmans. Dengan kehaliannya menyusun stragei perang, Gortman menyiasati perang gerilya yang diarahkan ke daerah Sanggau Ledo dan Seluas. Namun karena kekuatan Jepang yang besar dan serangan yang gencar dari berbagai penjuru, pada akhirnya daerah Sanggau Ledo dan Seluas serta pangkalan udara Singkawang II dapat dikuasai.
Setelah menguasai lapangan udara Singkawang II di Sanggau Ledao pasukan Jepang ke 29 dari serawakberhasil mendarat dengan tentara berjumlah 3.000 orang dengan beberapa buah kapalperang. Pendaratan dilakukan melalui TanjungKadokPemangkat pada tanggal 22 januari 1942.darisinipenyerangan kembali dilakukan hinggadapat dengan cepat menguasai daerah Sambas, Singkawang, Mempawah dan Pontianak tanpa mendapat perawanan yang berarti dari pihak Belanda.
Dalam perjalanan menuju Pontianak, Jepang berhasil menangkap 5 orang pembesar Belanda di Mempawah. Controleur Appeldi bunuh langsung di tempat, sedangkan kawannya yang 4 dibawa ke Pontianak. Sampai di Pontianak 2 orang Pembesar Belanda dipancung secara kejam ditepi Sungai Kapuas yang bernama “Theng Seng Hie”. Maksud dan Tujuan kekejaman Jepangtersebutdiharapkan masyarakat agar tidak melawan pemerintah Jepang. Sedangkan nasib tawanan lainnya, mereka dimasukan kedalam penjara salah satunya adalah Dr. Kinbbe Controleur Pontianak.
Begitulah awal mula kerajaan Jepang, diikuti oleh kerajaan-kerajaan lain yang tanpa mengindahkan perikemanusiaan. Penangkapan-penangkapan terhadap orang-orang pribumi yang mereka anggap berbahaya, dawali dengan ditangkapnya enam orang penduduk yaitu Hamad Maiden, Muhammad Syarif, Burhanuddin, Marah Kusuma Indra Mahjuddin serta dua orang cina yaitu The Hay Sia dan Sheng Nguang. Setelah dipriksa selama beberapa hari akhirnya mereka dibebaskan, hanya Achmad Maidin yang tidak diketahui nasibnya. Sekalipun kemudian terjadiperubahan penguasa atas Kalimantan Barat, yang semula dipimpin dan dikuasai oleh Rikugun (Aangkatan Darat) tidak ada perubahan yang berarti.
Sementara itu juga dilakukan penarikan dan pengambialn secara paksa Gadis-gadis cinadari perkampungan dia tidak mau di bunuh. Begitu juga dengan nasib isteri-isteri Belanda yang ditinggalkan matioleh suaminya ditawn dan kemudian direngut kehormatannya.
Beberapa perusahaan besar Jepang banyak didirikan di Sintang, Tayan, Sanggau, Sintang dan Daerah sepanjang Sungai Kapuas. Selain itu juga dibangun tambang uranium dan penggilingan karet di serajin. Dengan berdirinya industry-industri, maka pemerintah Jepang memelukan banyak tenaga untuk dipakai dalam mendukung industerinya tersebut. rakyat yang menjadi tenaga paksa tanpa dibayar kecuali hanya menerima makanan hanya dua kali sehari. Kesejahteraan rakyat sama sekali tidak terpikirkan apalagi keruarga yang harus dihidupi oleh para pekerja. Selain bekerja paksa di perusahaan-perusahaan, rakyat juga dikerahkan tenaganya untuk membangun lapangan udara Supadio (Dulu namanya Sungai Durian), dan jalan-jalan.
Di Sungai Durian juga dibuat sumur-sumur yang besar dan berpuluh-puluh sumur-sumur kecil, demikian juga di sekitar Sekolah Pertanian, komplek Theng Sheng Hie, di belakang Kantor Jacobus Vander Berg Pontianak. Belum lagi kerja paksa yang dilakukan Jepang terhadap rakyat untuk penambangan emas dan intan di Ngabang. Kesemuanya itu bertujuan untukmembiayai peperangan mereka agar memperoleh kemenangan.
Sebagai akibat dari penyerapan tenaga secara besar-besaran mengakibatkan rakyat makin kacau, produksi bahan makanan dan kebutuhan sehari-hari semakin keritis. Penderitaan demi penderitaan semakin berat disandang oleh rakyatdan akan masih tetap belanjut selama ada penjajahan.
Akibatpenindasan yangsemakin kejam terhadap rakyat, maka terjadi beberpa pergolakan didaerah perdalaman. Mereka semakin  dendam terhadap  Jepang dengan kejadian penyukupan dan pembunuhan terhadap pemimpin mereka, sehinga pemberontakan tidak saja dilakukan oleh rakyat pribumi, tetapi juga masyarakat suku Cina. Pada awal febuari, 1945, di perdalaman Ketapang Kapten Nakatani berhasil membongkar gerakan yang dipimpin oleh The Tjiang His bekas komandan Studwacht yang akan mengadakan pemberontakan terhadap Jepang. Begitu juga dengan nasib Kwe Thang Sia, yang nasibnya tragis mati dipeggal kepalanya.
Kapten Nakatani terus melakukan pembersihan di daerah-daerah perhuluan dan menangkapi pemimpin-pemimpin yang ada. Namun sebaliknya yang terjadi di desa Kunyit, kapten Nakatani dan bersama kapten Nakomura, kapten kamamoto dan dua orang heihonya tewas di pengal kepalanya oleh suku Dayak bersama pangdandan dan anaknya begitu juga yang terjadi di Tayan, de sebuah maskapai perkayuan milik orang Jepang bersama Nagoyo tewas di bunuh oleh Pangdandan.
Sebagai tindakan balasan. Jepang mengarahkan tentaranya dengan menyerang secara besar-besaran terhadap Meliau, Tayan, Sanggau dan Sekadau. Seterusnya terjadi penyerangan dari pasukan Mayang Desa, yang menyebabkan korban di dua belah pihak.
Penyerangan-Penyerangan dan gerakan-gerakan untuk melawan Jepang memang sudah tidak dapat di bendung lagi, dikarenakan tekanan dan penderitaan rakyat yang sudah lama di tahan. Apalagi dengan adanya peristiwa-peristiwa yang begitu mencekam dan kejam yang dilakukan Pemerintah Jepang. Seperti terjadinya penculikan dan pembunuhan secra besar-besaran terhadap tokoh-tokoh Masyarakat, Raja dan Masyarakat yang tidak bersalah, termasuk Raja Tayan yaitu Gusti Jafar dan Gusti Mahkmud.
Sealian itu sebelum terjadi penculikan dan pembunuhan, Jepang juga telah melakukan kesalahan, dengan mengekang kebebasan Rakyat dalam berpolitik maupun menjalan ibadah Agama. Jepang secara hati-hati dan licik berusaha untuk mengadakan  penetrasi budaya di segala bidang, terutama untuk para pemudanya. Penetrasi kebudayaan terutama melalui sekolah-sekolah yang didirikan oleh Jepang, dan di brokrasi pemerintah. Ada juga dalam bentuk seni budaya seperti sandiwara, Gambar-Gambar, perayaan-perayaan pasal malam dan juga film.
Perkumpulan-perkumpulan banyak didirikan seperti Heiho seniendan dan keibondan. Pembentukan wadah bagi para pemuda ini di maksud sebagai tenaga sukarela bagi kelancaran misi dari pemerintah Jepang. Para pemuda dididik secara militer dan dipersiapkan sebagai tentara cadangan. Selain dari pada itu di bentuk pula Nissinsai sebagai wadah penyaluran politik bagi rakyat pribumi, namun sebagai dampaknya di keluarkan larangan pembentukan partai-partai politik lain selain Nissinkai. Melalui pemuka masayarakat dan tokoh pemuda, agar sewaktu merka dapat dimamfaatkan oleh para pemuda dan pemuka masyarakat untuk secara diam-diam membentuk gerakan anti Jepang. Situasi dan kondisi yang ada di Kalimantan Barat, di dukung oleh keadaan yang terjadi di Banjarmasin. Gubenur Hada dan Dr. Soesilo memimpin pemberontakan di Banjarmasin sebelum akhirnya mereka mengalami nasib yang tragis mati dipeggal kepalanya oleh Jepang.
Peristiwa tersebut membakar semangat para pemuda dan tokoh-tokoh masyarakat untuk melakukan pergolakan. Jepang yang telah mencium adanya gerakan itu, secara licik mengumpulkan kaum pemuda dan tokoh-tokoh masyarakat yang terbentuk dalam wadah Nissinkai dengan alas an untuk mempersatukan cita-cita dalamm membela dan mempertahankan kekuasaan pemerintahannya di Kalimantan Barat. Namun ternyata, pertemuan itu dimaksudkan untuk membantai tokoh-tokoh masyarakat yang membangkang.
Peristiwa itu terulang kembali ada tanggal 24 mei 1944, dengan menjebloskan para peserta konfrensi dengan tuduhan membawa senjata. Jepang yang sudah kesetanan itu, menangkap orang-orang tak peduli itu pria atau wanita untuk diajukan ke pengadilan militer. Sebagai besar masyarakat yang ditangkap dan diculik adalahRaja-raja, Ulama, dokter, guru, pegawai, para ceridik pandai, pemimpin organisasi, pemukamasyarakat danrakyat jelata.
Kekejaman jepang itu masih ditamah dengan perampasan harta Belanda milik korban. Banyak barang-barang berharga sepertiemas dan intan yang merupakan pustaka raja-raja habis dirampas. Bahkan rumah-rumah yang tidak menjadi korbanpun ikut dirampas harta bendanya.
Pada masa ini kerajaan Tayan yang diperintaholeh Gusti Jafar, juga tidak luput dari keganasan Jepang. Beliau bersama puteranya Gusti Mahkmud pewaris tahta meninggal dibunuh Jepang. Harta benda dirampas dan dokumen-dokumen penting sebagaian dirampas Jepang, dan sisanya dibakar oleh jepang. Pemerintahan Kerajaan Tayan mengalami kekosongan sampai Jepang pada akhirnya bertekuk lutut kepada sekutu. Kemudian diangkatlah Gusti Ismael meninggalkan Gusti Jafar menjadi panembahan di Kerajaan Tayan dengan bergeral panembahan Paku Negara.
Pada tahun 1960 beliau masih memerintahsampai akhirnya pemerintahan Swapraja dihapuskan.  Kemudian Gusti Ismael diangkat menjadiwadana di Tayan dan di Ibukota kewedanan di pindah ke sanggau,beliau pension. Bekas Kerajaan Tayan menjadi Ibukota Kecamatan sampai sekarang.

  
Daftar Pustaka
-          Arsib Nasional. 1973. Iktisar keadaan politik Hindia Belanda Tahun 1839-1848. Jakarta.
-          Hadi, 1988,  Menarik Pelajarann Dari Sejarah, Jakarta, PN. CV. Haji Masadung.  
-          Ja’ Aohmad, 1977/1978, Kalimantan Barat Dibawah Pendudukan Tentara Jepang. Pontianak,, Proyek Rahabilitasidan Peluasan Kabar  Depadikbud.
-          J.J.K  Enthoven, 1903, Borneo’s Wester… Atdeeling, Leiden, PN. Prospek.
-          Otonomi Daerah Di Negara RI, Jakarta, PN. CV. Rajawali.
-          Lontaan. J.U. 1975, Sejarah = Hukum Adat dan Adat Istiadat Kalimantan Barat, Pontianak Pemda TK. I Kalimantan Barat.
-          M. Yannis, Kapal Terbang Sembilan , Pontianak, tidak diterbikan.
-          …………..1984, Sejarah Nasional Indonesia Jilid III, Jakarta, PN. Balai Pustaka.
-          …………..1993, Sejarah Nasional Indonesia Jilid IV, Jakarta, PN. Balai Pustaka.
-          H. Morkes Effendi, 2005,  Merenda Ketapang Hari Esok, Indomedia Jakarta.
-          Sulistyorini, Pembayun. 2003.” Sejarah Berdirinya Kerajaan Simpang “, dalam Julnal Sejarah dan Budaya Kalimantan No.2/2003.
-          Lontaan, J.U.1975. Sejarah dan Hukum Adat Kalimantan Barat. Jakarta: Depertemen Pendidikdn dan Kebudayaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar