Tugas Teori dan Metodologi Sejarah
PENDATAAN PENINGGALAN
SEJARAH KERATON DI KERAJAN TAYAN KABUPATEN SANGGAU 1823-1867
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latal
Belakang
Sejarah nasional indonesia mempunyai kurun waktu
yang panjang dan berdensi banyak. Tetap pada dasarnya sejarah Indonesia
tersebut dapat disederhanakan menjadi tiga prode yaitu masa tumbuh dan berkembangnya
kerajaan-kerajaan tradisional, pada pemerintah colonial belanda dan fasisme
jepang, masa republic indonrsia.
Kerajaan tradisional yang dimaksud disini adalah
bahwa kerajaan-kerajaan yang ada di Indonesia bentuk dan cirri-cirinya bersifat
local di dimasing-masing daerah,kerajaan-kerajaan ini bercorak agraris dan ada
yang bercorak maritime dengan mata pencarian utama adalah perdagangan.
Dengan melihat uraian di atas, sebenarnya penulis
ini dimaksudkan sebagai suatu usaha untuk memperoleh informasi tentang struktur
dan perkembang kerajaan-kerajaan tradisional, khususnya kerajaan Tayan di
Kabupaten Sanggau. Sebagai salah satu kerajaan
yang tidak begitu besar dan dipimpin oleh seorang penembaan, sepak
terjaga kerajaan ini kurang begitu di kenal masyarakat di luar kalbar. Namun
salah satu asset budaya dan seorang penembaan dan dibantu oleh manteri
kerajaan. Gusti Lekar dikatakan sebagai pendiri kerajaan Tayan dan cikal
belakang raja-raja di keraan Tayan.
Pertumbuhan dan perkembangan kerajaan ini tidak
lepas dari situasi dan kondisi dari kerajan lain dikalimantan barat. Kedatangan
dan penguasaan bangsa asing di kerajaan-kerajaan islam yang ada di Kalimantan
menjadi suatu masa tersendiri yang member pengaruh terhadap perkembangan
politik dan social ekonomi masyarakat.
B.
Rumusan
Masalah Penelitian
Berdasarkan
latal belakang yang ada, maka permasalahan umum yang dalam penelitian ini
adalah, “Pendataan Peningalan dan Perkembangan Sejarah Keraton Di Kerajaan Tayan Kabupaten Sanggau?”
1. Bagaimana
perkembangan latal belakang munculnya keraton di kerajaan di Tayan kabupaten
Sanggau?
2. Bagaimana
kegiatan inti sejarah keraton di kerajan Tayan Kabupaten Sanggau?
C.
Tujuan
Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan umum untuk
memperoleh informasi dan kejelasan tentang pendataan peninggalan dan
perkrmbangan keraton di kerajaan Tayan Kabupaten Sanggau. Secara khusus
peneliti ini bertujuan untuk memperoleh:
1. Memberikan infomasi tentang masa lampau sebagai bahan
pendidikan, perbandingan bagi generasi muda dan generasi penerus.
2. Meningkatkankesadaran
sejarah masa lampau yang penting artinya untuk menumbuhkan atau membangkitkan
semangat patoriotisme dan nasionalisme, semangat persatuan dan kesatuan, juga
kebanggaan nasional sebagai wujud dari rasa cinta nusa dan bangsa.
3. Menanamkan
nilai-nilai yang belaku dipedomani dan diteladani dari tokoh Palawan kita yang
telah gugur dan mengambil perajaran dari hal-hal yang tidak patut diulangi atau
ditiru
D.
Manfaat
Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membelikan
manfaat dan dapat di jadikan pengembangan bagi pihak yang berkaitan sebagai
berikut:
1. Bagi
generasi muda dan masyarakat, agar dapat menumbukan dan mengembangkan semangat
patriotism, semangat persatuan dan kesatuan serta cinta kepada tanah air.
2. Bagi
guru dan siswa,dapat memperoleh informasi mengenai sejarah sebagai suatu
peristiwa maupun sejarah sebagai pendidikan secara benar.
3. Bagi
Penrliti, penelitian ini dapat dijadikan salah satu bahan untuk menambah
pengetahuan dan wawasan social dalam kehidupan ilmu sejarah serta menatap ilmu
pendidik dan pemberajaran yang peneliti dapat selama perkuliahan. Ternyata
nilai-nilai luhur yang pelu diteladani.
E.
Ruang
Lingkup Penelitian
Pembahasan masalah berkasisar pada memaparkan cikal bakal
dari kerajaan Tayan sampei masuknya pengaruh kekuasaan asingdalam kehidupan
politik kerajaan Tayan. Yang melatar belakangi keraton di kerajaan di Tayan
kabupaten Sanggau, dalam tumbuh dan perkembangannya kerajaan Tayan mempunyai
keterkaitan dengan kerajaan yang ada di sekitarnya yaitu kerajan sanggau dan
kerajaan maliau.
Setelah itu juga dibahas masalah sejauh mana
pengaruh asing masuk dalam kehidupan masyarakat dan sejarah keraton di kerajaan
Tayan, pada abad 20 dan diakhiri dengan kembalinya negara Indonesia dari tangan
penjajah.
BAB II
PENDATAAN PENINGGALAN
SEJARAH KERATON DI KERAJAN TAYAN KABUPATEN SANGGAU 1823-1867
A.
Latal
Belakang Munculnya Kerajaan Tayan
1. Asal-usul
Kalau kita bicarakan kerajaan Tayan,
maka kita ntidak bias melepaskan dari kerajaan tanjungpura, yang melupakan
pendahulauan sebelum kerajaan Tayan terbentuk. Kerajan tanjung pura merupakan
kerajaan pertama yang ada di Kalimantan Barat. Terletak dikabupaten ketepang
dan mengalami masa-masa kebesarannya pada abad ke-XVI.
Sebagai kerajaan yang besar, Tanjungpura
mempunyai wilayahyang luas, di Utara berkembang sampai ke Tanjung Datuk, di
Selatan berbatasan dengan Tanjung Puting, sedangkan ke Timur berbatasan sampai
ke Sintang dan di sebelah barat mencapai kepulau Tujuh dan Kalimantan (Lontaan
19..:15). Dengan melihat luas wilayah tanjungpurapada masa itu, maka diperoleh
gambaran hamper meliputi sebagian besar wilayah Kalimantan Barat sekarang ini.
Dari cerita yang sudah diyakini turun
temurun, dahwa raja-raja kerajaan
Tanjungpura mempunyai garis keturunan dari raja-raja Jawa. Sedangkan dari
sejarah raja-raja melayu, ditarik lebih jauh dari garis keturunan dari mulai
raja damarwulan.
Raja Damarwulan diceritakanan
beristrikan ratu kencana ungu dan mempunyai putra pertama Bijaya. Bijaya inilah
yang menurunkan Brawijaya dengan wanita setempatmemperoleh putra mpertama raja
Japarung yang meneruskan tahtanya menjadi raja di Sukadana. Kemudian
keturunannya Pangeran Karang Tanjung menjadi raja mengantikan ayahnya,
meninggalnya Pangeran Karang Tanjung. Panembahan Galanerang diangkat menadi
raja bergelar Panembahan Banhdala, dan dari hasil perkawinannya menurunkan
putera bernama Panembahan Sukadana.
Dua orang putera yaitu Panembahan Air
Mala seorang puteri dan Panembahan Air Jaga, melanjutkan kedudukan ayahnya
yaitu Panembahan Sukadana. Panembahan Air Jaga sendiri berputerakan Panembahan
Ui Barun, Panembahan Ui Barun menurunkan putera Dikiri Kusuma. Dari perkawinan
Panembahan Dikiri Kusuma lahir dua orang putera yaitu Duli Maulana Sultan
Muhammad Satiuddin diakui sebagai raja yang pertama kalimemiliki agama islam dan
diislamkan oleh tuan Syekn Syamsuddin.
2. Keadaan
Sosial dan Ekonomi
Sumber berbahasa Belanda dengan Judul
Borneo’s Westar Atdealing telah sedikit banyak mengulas situasi social, ekonomi
maupun keadaan umum daerah Tayan pada sekitar ± 1823 pada masa itu Tayan masih
merupakan daerah bagian administrasi dari kerajaan landak. Sampai pada tahun
1865 dikeluarkanlah lembaran Negara nomor 48 tahun 1865 yang menyatakan daerah
tayan berdiri sendiri dengan pusat
pemerintahannya ada di kota Tayan. Dengan keputusan Belanda tanggal 11 april
1895 Nomor 9 ditempatkan seorang kontrolir dan asisten kontrolir untuk
menjalankan pemerintahan di Tayan. Dari data tersebut terlihat bahwa pada
sekitar tahun tersebut Tayan telah menjadi bagian, jajahan pemerintah Belanda,
tepatnya pada tahun 1828.
Batas-batas wilayah kerajaan Tayan
dituangkan dalam perjanjian yang berisikan penyerahan pemerintahan kerajaan
Tayan kepada pemerintahan Belanda (ikhtisar keadaan politik hHindia-Belanda
tahun 1839-1848). Menurut perjanjian itu pula Tayan diserahkan kepada
pemerintah Belanda dan menjadi kedudukan gezagheber. Luas wilayah kerajaan
Tayan meliputi daerahnya dan daerah Meliau. Landschap Tayan dan Meliau ini di
sebelah Timur berbatasan Sanggau dan Sekadau,batas-batas lain dari gunung
Ambawang disebelah barat, sampai pada perbatasan dengan simpang disebelah
selatan.
Daerah tayan pada masa itu sebagian
besar penduduk pribumi tinggal dipingir sungai dan sebagian besar adalah suku
dayak. Damun keberadan suku dayak lambat laun tergeser oleh suku melayau maupun
suku pendatang, sehinga pada saat sekarang sebagian besar suku dayak lebih suka
tinggal di daerah peldalaman. Mereka kebanyakan bermata pencaharian pertanian
dan hasil-hasil hutan. Suku melayau dan suku pendatang lainnya pada umumnya
bermata pencaharian nelayan dan berdagang, ada juga di daerah Tayan pemukiman
orang-orang Cina, yang asal mula kedatangan mereka untukmengali emas.
Penyebaran penduduk pada masa itu belum
merata, batang Tarang melupakan kota yang perpenduduk agak ramai dibandingkan
daerah lain. Kehidupan lebih makmur dimana banyak terdapat pohon aren dan juga
tanah-tanah lindung, yang luas dengan jumlah penduduk sebesar 345 jiwa terdiri
dari 275 jiwa suku Melayu dan 70 jiwa suku Cina.
Begitu juga ibukota Melayau, mempunyai
penduduk berjumlah 414 jiwa suku Melayau dan 190 jiwa orang suku Cina (JJ.K.
Enthoven,1903, halaman 752). Di kota ini terdapat tempat tnggal sultan melayau yang masa itu dikatakan telah
runtuh. Keruntuhan dari kerajaan Meliau dikarenakan selain telah jatuh ketangn
Belanda juga keturunan sultan sendiri yang terakhir tidak mempunyai keturunan,
sehingga pemerintahan mengalami kevakuman oleh pemerintahan Belanda kekuasaan
atas kerajaan Meliau diserahkan kepada raja Tayan hulu untuk mengendalikan
pemerintahan.
Kehadiran orang Cina di Tayan pertama
kali berkaisar pada akhir pada Abad 18, sejak pemerintahan pangeran Sumayuda,
bersamaan waktunya dengan sultan Sarif Abdulrahman memerintah kerajaan
Pontianak. Awal kedatangan suku Cina di Tayan tidak mendapat sambutan dari
pemerintah kerajan Tayan maupun rakyat, namun dengan sedikit memaksa akhirnya
raja Tayan mengijikan suku China tingal di Tayan. Maksud dan tujuan Cina datang
kedaerah Tayan, tak lain adalah membuka pertambangan khususnya biji besi.
Mengenai hasil bumi yang terdapat di
daerah Tayan maupun Meliau, pada masa itu telah mengenal pertanian terutama
padi, padi ditanam pada lahan-lahan yang subur dengan mengunakan pola perladangan
berpindah. Padi yang dihasilkan pada umumnya hanya untuk memenuhi kepeluan
sendiri, selain hal ini sisebabkan produksi tidak banyak, hasil panen sering
gagal, ditamba lagi adanya pemaskukan beras saingon dari Pontianak.
Selain padi, masyarakat juga menanam
tanaman seperti ketela, jagung, ketimun,dan tebu sebagai tanaman sampingan
untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Pada umumnya masyarkat lebih mengantungkan
penghasilannya dari kekeyaan hutan.
Hasil hutan yang banyak terdapat di
Kalimantan Barat khususnya Tayan dan Meliau adalah beberapa jenis kayu yang
mutunya baik seperti jenis kayu berian yang dapat di ekspor. Begitu juga dengan
getah yang mempunyai kualitas yang baik, sebagai bahan perdagangan sangat laku
dipasaran eropa terutama jenis getah jelutung yang masih banyak terdapat
dihutan daerah sungai Labia dan di perbatasan Simpang, serta didaerah Meliau.
hal ini memacu orang belanda mendirikan pablik di Meliau.
Rotan, tengkawang dan juga dammar
merupakan hasil hutan lainnya yang menjadu mata pencaharian penduduk. Juga gula
aren dan tempoyak sebagai industri rumah tangga yang digemari oleh masyrakat di
luar daerah Tayan dan Meliau.
Pada masa itu pembudidayaan tanaman
merica di dataran-dataran rendah sepanjang Kapuas antara lain Tayan dan Meliau
dengan tujuan sebagai barang dagangan untuk ekspor. Namun barang yang
dihasilkan tidak lah seberapa banyak, dibandingkan dengan hasil-hasil hutan
lainnya.
Selain hasil hutan, di daerah Tayan dan
Meliau mengandung bahan-bahan minelar seperti besi dan emas. Namun karena
pengolahan masih bersipat tradisional, maka produk yang di hasilkan kurang
memuaskan,sisamping adanya persaingan dari daerah lain.
Dengan melihat kondisi yang telah
disebut diatas, maka pada umumnaya penduduk lebih mengutamakan mata pencari
mereka pada perdagangan hasil-hasil hutan, yang memang pada waktu itu masih
banyak kekayaan hutan yang bias diperoleh dibandingkan jumlah penduduk yang
ada. Perdagangan dilakukan baik dengan daerah-daerah lain di sekitarnya maupun
perdagangan keluar negeri. Jalur perdagangan penting dilakukan melalui sungai
mengingat bawah sungai-sungai yang bias di layari dan masih susah mencari jalan
darat. Sungai-sungai itu seperti sungai Buayan, Embuwan, Meliau, Tayan dan
lain-lain, sampai sekarang masyrakat masih banyak mengunakan jasa transpotasi
melalui sungai, meskipun telah banyak dibangun jalan-jalan darat. Hal ini
disebabkan karena daerah yang akan kita capai kadang-kadang tidak bias kita
tempuh melalui darat, dan jalan satu-satunya adalah melalui sungai terutama
daerah-daerah yang berada di perdalaman.
Kondisi social budaya masyarakat Tayan
maupun Meliau pada waktu itu masih dapat dikatakan tradisional. Disini dapat
kita lihat pada tujuan mereka yang hanya memenuhi kebutuhan sendiri dan cara
mengelolah lading yang menggunakan pola perladangan berpindah. Begitu juga mata
pencaharian mereka yang hanya mengandalkan dari kekayaan hutan yang makin lama
tentunya akan habis.
Keadaan ini berangsur-angsur berubah ada
kedatangan orang-orang asing pada masa pemerintah Belanda. Masyarakat Meliu di perkenalkan
dengan pabrik-pabrik kayu maupun karet. Masyarakat Meliu berfikir untuk menanam
pohon-pohon baru, karena pemerintahan Belanda maupun orang-orang asing tersebut
benar-benar mengeksplotasi hasil-hasil hutan sebagai barang perdagangan di pasaran.
B.
Sejarah
Kerajaan Tayan
1. Sebelum
Kedatangan Bangas Belanda
Seperti yang tertulis dalam bab
terdahulu, bahwa Gusti Laskar menikah dengan Encik Periuk dan menurunkan
raja-raja di Tayan. Encik Periuk adalah putra dari KyaiJaga Raga yang tidak
diketahui secara pasti asal usulnya, menurut beberapa orang dan masyrakat, Kyai
Jaga Raga adalah ketua dayak Labang. Namun kalau dilihat dari namanya itu satu
hal yang tidak mungkin, karena nama Kyai menyirakan seseorang pemimpin Islam,
namun biasanya mereka berubah menyebut dirinya Suku Melayau. Jadi ada yang
memungkainkan Kyai Jaga Raga adalah seorang pendatang yang berhasil menjadi
pemimpin Dayak Lebang pada waktu itu.
Menurut Silsilah Kerajaan
Tayandisebutkan bahwa Gusti Lekarmempunyai anak 3 orang putera dan 1 orang
puteri. Putera pertama bernama Gusti Gaguk bergelar pangeran Mancar Diningrat
Utin Halijah, menjadi Raja di Tayan menganti ayahnya. Sedangkan anaknya yang
kedua bernama Gusti Manggar bergelar pangeran Prabu Anom menjadi raja kerajaan
Meliau. Anak yang ketiga bernama Gusti Togok bergelar Pangeran Kusuma
beristrikan Ratu Sari Kandi menurunkan raja-raja di Kerajaan Sanggau, kemudian
Abang Sembilan Hari Pangeran dari Emabu Hulu Kapuas, tidak diketahui nnasibnya.
Dari silsilah kerajaan Tayan Pangeran
Mancar berputarkan Gusti Ramal yang mempunyai isteri bersama Utin Indut
bergelar Ratu Gusti Ramal dan mengantikan kedudukan ayahnya dengan bergelar
Pangeran marta Jaya Kesuma.
Perkawinannya dengan Utin Indut memperoleh 3 orang putera dan 1 orang puteri.
Putera pertama menganti kedudukan ayahnya bernama Pangeran Suma Yuda bergelar
Penembahan Tua, yang sering juga disebut Pangeran Kamaruddin.sedangkan dua
orang putera lainya bernama Pangeran Mangku dan Pangeran Tanjung, dan puterinya
bernama Utin Blondo.
Adapun pusat pemerintahannya, menurut
beberapa narasumber, ibukota Kerajaan Tayan mengalami perpindahan sebanyak 4
(empat) kali. Ibukota pertamakali diyakini berada di Desa Tanjung,kemudian
dipindakan ke Rayang di Desa Melugai. Di Rayang terdapat bekas-bekas peningalan
sejarah berupa makam raja benteng kerajaan,
meriam dan lokasi kerajaan yang sudah hancur. Perpindahan ibukota dari
Tanjung ke Rayang tidak di ketahui secara pasti tahunya,namun menurut
narasumber perpindahan dari raying ke Teluk Kemilun, Kecamatan Tayan Hilir
terjadi sekitar ± tahun 1875. Disini terdapat peningalan-peningalan sejarah
berupa bekas-bekas kerajaan dan makam. Pada tahun sekitar 1901 pusat
pemerintahan dipindahkan ke desa pedalaman oleh Panembahan Muhamad Ali.
Dari data-data yang terkumpul tidak dpat
di ketahui secara pasti sebab dari perpindahan pusat pemerintahan dan oleh
siapa. Hanya pada masa permerintahan Gusti Lekar, kerajaan Meliau masih menjadi
daerah kekuasaan Karajaan Tayan, yang kemuidian di pencah menjadi dua di
bagikan kepada kedua anaknya yaitu
Pangeran Mancar dan Pangeran Prabu Anom.
Gusti Lekar mendirikan pusat pemerintahannya di Mungguk Batu Angkat (di
Meliau), yang menurut beberapa sumber terdapat makam Gusti Lekar kalau memang
benar makam yang ditemukan di Meliau itu makam Gusti Lekar, maka ada
kemungkinan Gusti Lekar mendirikan pusat pemerintahannya di sana, dan kemudian
di pindahkan ke Desa Tanjung oleh pengantinya yaitu Pangeran Mancar. Saying
dalam silsilah kerajaan Tayan tidak di sebutkan tahun pemerintahanya, sehingga
tidak di temukan tahun pemindahannya dan sispa-siapa yang memerintahnya.
Begitu juga dengan pemindahan pusat
pemerintahan dari Tanjung (Muara Sungai Tayan) ke Rayang tepatnya di Desa
Melugai. Namun pada itu Bangsa Belanda datang ke Tayan, pada tahun ± 1818 dan
dibuatlah satu kontrak perjajian Kerajaan Tayan dan Pemerintah Belanda pada
tahun 1822. Dalam penanadatagan kontrak tersebut pemerintah Belanda di wakili
oleh Komisaris Tobias, sedangkan Raja Tayan di wakili oleh Gusti Mekkah yang
pada saat itu berumur 16 tahun (Gusti Ismail, 1980). Maka mulai pada saat
itulah kerjaan Tayan resmi menjadi Negara Bagian dan jajahan pemerintah
Belanda.
2. Pada
Masa Pemerintahan Belanda
Dalam perjanjian dalam pemerintah
Belanda dengan Kerajaan Tayan seperti disebut diatas secara jelas bahwa
pemerintah Belanda sebagai satu-satunya penguasa yang sah di kerajaan Tayan dan
keberadan Gusti Mekkah yang bergelar Pangeran Nata Kusuma diakui, oleh
pemerintah Belanda, karena di dalam perjanjian itu telah diatur bahwa untuk
pemilihan sultan baru dilakukan setelah mendapat persetujuan dari pemerintah
Belanda. Setlah itu juga ditetapkan peraturan unntuk semua suku yang menetap di
Tayan baik itu Melayau, Bugis, Cina maupun orang-orang asing harus mengikuti
persetujuan dantundukan pada pemerintah Belanda. Penguasa di atas
tambang-tambang dan pemungutan pajak, semua diserahkan kepada pemerintahan
Belanda, hasil pendapatan dari semua pungutan setelah dipotong biaya
administrasi sebagian diserahkan kepada Panebahan.
Selanjutnya kolntrak perjanjian antara
Belanda 1823. Pokok-pokok perjanjian yang baru ini mengatur secara lebih
terperinci kekuasaan pemerintah Belanda yang yang sudah makin merugikan
kedudukan raja sebagai panembahan. Kontrak pada tanggal 8 Oktober 1823 telah
merubah perjanjian di mana panembahan Nata Kesuma tidak pelu lagi memungut
pajak/upeti dan memberikan pelindungan kepada para pedagang. Sebagai gantinya
perintah Belanda memberikan tujuan ganti rugi sebesar 1.000 Golden setiap
tahunnya.
Pemerintahan panembahan Nata Kesuma
tidak belangsu lama karena meninggaldalam kecelakaan yaitu tenggelam pada tahun
1825. Sebagai sebagai pengantinya maka diangkatlah saudara laki-lakinya bersama
Gusti Rapa, karena sebaga panembahan
Gusti Rapa pun tidak belangsung lama, beliau hanya memerintah selama 3 tahun dan
tidak mempunyai keturunan.
Setelah
Panebahan Gusti Repa meninggal, ada dua sember yang menyatakan perbedaan
mengenai pengantinya, sember pertama dari silsilah kerajaan Tayan yang diyakini
oleh keturunnya adalah Utin Blondo yang bergelar pangeran Ratu Kesuma.
Sedangkan sumber lain menyatakan pengantinya adalah Pangeran Martajaya Kesuma
ipar almarhum panembahan Tuwa, yang membuat kontrak baru dengan residen Vd
Dengan Gronovius pada narasumber menyatakan bahwa pada masa itu telah diangkat
Utin Blondo mengatakan Gusti Rapa, bergelar Ratu Kesuma Negara, namu dalam
memerintah negaranya, diserahkan kepada suaminya Gusti Hasan, memperoleh gelar
Panembahan Mangku Negara Suria Kesuma.
Mengkin yang dimaksut dari pernyataan J.J.K Enthoven adalah panebahan Mangku Negara Suria Kesuma karena dikatakan
sebagai ipar almahum Panembahan Tiwa.
Siapa
yang menjadi pengantinya, yang jelas dengan adanya konyrak baru yang
ditandatanganiberarti ada perubahan-perubahan
palasl dalam perjanjian yang lalu. Kalau dulu semua pajak dan sewa tanah
semua sewa tanahdiserahkkan kepada pemerintah Belanda, maka hanya pajak
penjualan candu yang masaih di tangan pemerintahan. Apa yang dimaksud
dengan perdagangan candu disini, tidak
ada penjelasan, apakah itu memang benar-benar candu, ataukah barang-barang yang
dapat digolongkan pada jenis canduatau rokok.ketentuan lainnya pemberian tunjangan
kepada keluarga almarhum panembahan, sementara usaha mereka dalam didang perkayuan telah dirapas oleh
pemerintah Belanda. Rakyat kerja keras sebagai buruh dan masih memelihara
benteng milik pemerintah Belanda.
Sementara itu pemerintah Belanda menyerahkan
segala urusan penarikan pajak dan semua yang wewenangannya kepada seorang
petugaspribumi yang disebut kapiten’
Panembahan selanjutnya adalah putera
Utin Blondo yaitu Gusti Inting yang mengambil gelar sama dengan ayahnya yaitu
Pangeran Mangku Negara Suriya Kesuma. Pada masa ini banyak mengalami perubahan
yang berarti. Pemerintahan berhasil memperoleh kembali tambang-tambangnya
besaerta dengan hasilnya. Pos-pos militer yang sejak lama telah ditempatkan di
Tayan, pada tahun 1833 ditarik kembali dan pada tahun 1837 juga ditarik kembali
sisanya, sehinga pada Panembahan Mungku Negara Suriya Kesuma, pasukan militer
belanda sudah tidak ada lagi. Pada waktu itu juga sudah kontrak baru pada tanggal
5 April 1855.
Dalam kontrak baru ini terdapat beberapa
ketentuan baru antara lain adanya larangan pemungutan pajak-pajak di sepanjang
Kapuas, hasil tanaman (upeti tumbuh-tumbuhan)dari hasil-hasil lain suku Dayak
yang mengikuti kekuasaan Tayan diserakan kepada sultan. Sedakan pajak-pajak
yang dipungut dari suku China dan bangsa asing lainya, langsung diserakan
kepada pemerintah Belanda. Sebagai gantinya sultan diberikan tunjangan tanah
sebanyak 600 golden. Pada masa itu juga terjadi perselisihan antara Kerajaan
Tayan dengan Kerajaan Landak, sehinga
akhirnya timbul peperangan.
Pada tahun1858 pemeriintah Belanda
memberikan gelar baru panembahan Anom
Paku untuk menganti nama Mangku,
sehinga menjadi [angeran Anom Paku Negara Suriya Kesuma. Setelah memerintah
selama ± 18 tahun, Pangeran Anom Paku Negara Surya Kesuma mengundur dirider
jabatannya dan siganti oleh saudaranya.
Panembahan Pangeran Anom Paku Negara
Suriya Kesuma memerintah Kerajaan Tayan dari tahun 1855-1873, menurut silsilah
Kerajaan Tayan, beliau meninggal pada tanggal 23 november 1873 di Batang
Tarang. Namun berdasarkan tulisan J.J.K.
Enthoven Mengatakan Panembahan Pangku
Negara Suriya meninggal pada bulan November 1870 dalam usiah 60 tahun,tanpa
meninggalkan keturunan. Sebagai penggantinya atas persetujuan persetujuan
pemerintah Belanda diangkat saudara laki-laki Panembahan yaitu Gusti Karma yang
bergelar Panembahan Diningrat Kusumanegara. Panembahan yang baru inimemerintah
pada tahun 1873-1880.
Pada pemerintahan Panembahan Adinigrat
Kusumanegara Yang hanya 3 tahun, tidak
membuahkan perubahan yang berarti baik bagi rakyat dan Kerajaan maupun bagi
kepentingan pemerintah Belanda. Namun anak Gusti Muhammad Ali menganti
kedudukan ayahnya, membuat beberapa perubahan yang penting dalam masa pemerintahannya.
Panembahan Adiningrat Kusumanegara mempunyai 5 orang anak, 3 orang putere dan 2
orang puteri. Puteranya yang sulung bernama Gusti Muhammad Ali dilibatkan
menjadi Raja bergelar Panembahan Paku NegaraSuriya Kesuma.
Dalam kontrak tersebut djumpai berbagai
ketentuan-ketentuan yang tidak terdapat dalam konteak yang dibuat pada tahun
1855. Ketentuan itu seperti kesiapan dari mkerajaan tentang pewaris tahun yang
cukup dewasa, perbedaan-perbedaan kedudukan bagi orang-orang Eropa dan
orang-orang asing lain baik dari negeri Timur maupun Barat. Pemberian ijin atas
pembukaaan tanah untuk pertambangan, ketentuan-ketentuan pajak mana yang boleh
dipunggut oleh penguasa pribumi dengan dibebankan kewajiban untuk menjadi
keamanan pedagang dari para perompak dan sekaligus member pertolongan bagi
kapal yang karam. Dalam perjanjian baru ini juga dibahas mengenai pengadilan
(Justisi) dan polisi, yang semuanya ini diatur dalam Lembaran Negara Hindia
nBelanda tahun 1883 Nomor. 59.
Untuk pertama kalinya dalam perjanjian dengan
pihak Belanda dicantumkan mengenai hukum
pengadilan dan polisi keamanan.
Namun kita tidak dapat mengetahui secara pasti apakah pengadilan dan polisi iti
diperuntukan bagi bangsa Eropa sendiri.
Mengingat pada umumnya Kerajaan memiliki hokum daerahnya sendiri.
Batas-batas wilayah dari Kerajaan Tayan
juga ditemukan dalam perjanjian itu, apalagi dengan adanya pernyataan kembali
antara Kerajaan Tayan dengan Kerajaan Meliau pada tahun1885. Terbukti dengan
adanya kegiatan Ratu Blondo menikahkan
puteranya dengan puteri dari Sultan Tua Meliau.
Dengan adanya kontrak perjanjian ini
yang menemukan berbagai hal mengenai segala sesuatu yang menyakut bidang
politik maupun ekonomi, yang jelas semakin memberatkan kaum probumi. Baik itu
kaum biokrat kerajaan, terutama sekali rakyat yang meskin semskin meskin.
3. Pada
Masa Pendudukan Jepang
Bangkitnya jepang sebagai salah satu
Negara yang kuat membuat pertumbuhannya kepercayaan Negara-negara Asia, yang
selama ini didominasi oleh Negara-negara Barat. Keberhasilan Jepang melumpuhkan
pangkalan Angkatan Laut Amerika terbesar di Pasifik pada tanggal 8 Desember
1941, membuat Negara-negara Eropa mulai memperhitungkan kekuatan baru ini.
Kekalahan-kekalahan secara terus menerus yang dialaminya membuat semakin
terpuruknya Negara-negara sekutu, terlebih lagi dengan kecepatan yang luar
biasa Jepang telah bergerak menuju ke Selatan dilanjutkan oleh pendaratan
Jepang di kota-kota Panting di Indonesia menyebabkan kekuasaan Hidia Belanda
jatu ke tangan Jepang pada tanggal 5 Maret 1942, kemudian Jawa Timur pada
tanggal 1 Maret 1942, selanjutnya Bandung
dan kemampuan yang luar biasa dalam waktu yang singkat Jepang dapat
melumpuhkan Inggris di Melayu dan Birma, Amerika Serikat di Filipina dan
Belanda di Indonesia.
Dengan adanya perjanjian di kalijati
pada tanggal 8 Maret 1942, yang intinya meyerah total kekuasaan Belanda kepada
Jepang, maka secara resmi kedaulatan Indonesia berada di tangan Jepang.
Perubahan pemerintahan pun terjadi perubahan dari bentuk pemerintahan sipil menjadi
pemerintahan yang dikuasai oleh militer.
Dengan melihat strategi politik yang
telah diperhitungkan, Jepang menganggap Kalimantan mempunyai arti yang penting
karenah teletak di tengah-tengah lalu lintas Asia Tenggara, di laut Cina
Selatan dan terletak di tengah-tengah titik menuju Sumatera dan Jawa, terlebih
lagi mempunyai kekayaan alam yang besar, maka Kalimantan Barat merupakan tujuan
pertama sebelum penyerangan kepulau Jawa. Serangan terhadap Kalimantan Barat
telah dilakukan sejak 19 Desember 1941, dengan menghujani kota Pontianak degan
tembakan dan bom.
Penembakan dan pengeboman kota Pontianak
terkenal dengan peristiwa “Pesawat Bom Sembilan”, dengan mengunakan Sembilan
pesawat Jepang bermaksud menghancurkan tangsi militer Belanda. Justru yang menjadi korban anak-anak
yang tak berdosa, dan masyarakat sipil yang tak tahu apa-apa. Menurut Pastor A
Adikardjana menjumlah korban serangan itu ± 2.500 orang.
Belem lagi habis masa berkabung, terjadi
lagi serangan kedua pada tanggal 22 Desember 1941 dan serangan udara terhadap
pemerintahan Belanda di Singkawang pada tanggal 27 Desember melumpuhkan
pertahanan Belanda. Residen V.d. Zwaal dan komandan militer Vasqua dengan
sejumlah pasukan dan pegawai sipil Belanda berusaha keluar dari Pontianak ntuk
bergabung dengan pasukan KNIL yang berusaha mempertahaankan Singkawang dan
Sanggau Ledo. Namun karena serangan gencar dari pasukan militer Jepang tidak
dapat dipandang enteng oleh Belanda yang hanya mengandalkan pasukan mereka yang
tidah seberapa dengan beberapa pesawat tempur dan pesawat penangkis serangan
udara.
Kekuatan Belanda saat itu yang
diperkirakan hanya sebanyak ± 700 orang menapat bantuan dari Jawa Sebanyak 8
brigade dan dipimpin langsung oleh Letnan Kolonel Al Gortmans. Dengan
kehaliannya menyusun stragei perang, Gortman menyiasati perang gerilya yang
diarahkan ke daerah Sanggau Ledo dan Seluas. Namun karena kekuatan Jepang yang
besar dan serangan yang gencar dari berbagai penjuru, pada akhirnya daerah
Sanggau Ledo dan Seluas serta pangkalan udara Singkawang II dapat dikuasai.
Setelah menguasai lapangan udara
Singkawang II di Sanggau Ledao pasukan Jepang ke 29 dari serawakberhasil
mendarat dengan tentara berjumlah 3.000 orang dengan beberapa buah kapalperang.
Pendaratan dilakukan melalui TanjungKadokPemangkat pada tanggal 22 januari
1942.darisinipenyerangan kembali dilakukan hinggadapat dengan cepat menguasai
daerah Sambas, Singkawang, Mempawah dan Pontianak tanpa mendapat perawanan yang
berarti dari pihak Belanda.
Dalam perjalanan menuju Pontianak, Jepang
berhasil menangkap 5 orang pembesar Belanda di Mempawah. Controleur Appeldi
bunuh langsung di tempat, sedangkan kawannya yang 4 dibawa ke Pontianak. Sampai
di Pontianak 2 orang Pembesar Belanda dipancung secara kejam ditepi Sungai
Kapuas yang bernama “Theng Seng Hie”. Maksud dan Tujuan kekejaman
Jepangtersebutdiharapkan masyarakat agar tidak melawan pemerintah Jepang.
Sedangkan nasib tawanan lainnya, mereka dimasukan kedalam penjara salah satunya
adalah Dr. Kinbbe Controleur Pontianak.
Begitulah awal mula kerajaan Jepang,
diikuti oleh kerajaan-kerajaan lain yang tanpa mengindahkan perikemanusiaan.
Penangkapan-penangkapan terhadap orang-orang pribumi yang mereka anggap
berbahaya, dawali dengan ditangkapnya enam orang penduduk yaitu Hamad Maiden,
Muhammad Syarif, Burhanuddin, Marah Kusuma Indra Mahjuddin serta dua orang cina
yaitu The Hay Sia dan Sheng Nguang. Setelah dipriksa selama beberapa hari
akhirnya mereka dibebaskan, hanya Achmad Maidin yang tidak diketahui nasibnya.
Sekalipun kemudian terjadiperubahan penguasa atas Kalimantan Barat, yang semula
dipimpin dan dikuasai oleh Rikugun (Aangkatan Darat) tidak ada perubahan yang
berarti.
Sementara itu juga dilakukan penarikan
dan pengambialn secara paksa Gadis-gadis cinadari perkampungan dia tidak mau di
bunuh. Begitu juga dengan nasib isteri-isteri Belanda yang ditinggalkan
matioleh suaminya ditawn dan kemudian direngut kehormatannya.
Beberapa perusahaan besar Jepang banyak
didirikan di Sintang, Tayan, Sanggau, Sintang dan Daerah sepanjang Sungai
Kapuas. Selain itu juga dibangun tambang uranium dan penggilingan karet di
serajin. Dengan berdirinya industry-industri, maka pemerintah Jepang memelukan
banyak tenaga untuk dipakai dalam mendukung industerinya tersebut. rakyat yang
menjadi tenaga paksa tanpa dibayar kecuali hanya menerima makanan hanya dua
kali sehari. Kesejahteraan rakyat sama sekali tidak terpikirkan apalagi
keruarga yang harus dihidupi oleh para pekerja. Selain bekerja paksa di
perusahaan-perusahaan, rakyat juga dikerahkan tenaganya untuk membangun
lapangan udara Supadio (Dulu namanya Sungai Durian), dan jalan-jalan.
Di Sungai Durian juga dibuat sumur-sumur
yang besar dan berpuluh-puluh sumur-sumur kecil, demikian juga di sekitar
Sekolah Pertanian, komplek Theng Sheng Hie, di belakang Kantor Jacobus Vander
Berg Pontianak. Belum lagi kerja paksa yang dilakukan Jepang terhadap rakyat
untuk penambangan emas dan intan di Ngabang. Kesemuanya itu bertujuan
untukmembiayai peperangan mereka agar memperoleh kemenangan.
Sebagai akibat dari penyerapan tenaga
secara besar-besaran mengakibatkan rakyat makin kacau, produksi bahan makanan
dan kebutuhan sehari-hari semakin keritis. Penderitaan demi penderitaan semakin
berat disandang oleh rakyatdan akan masih tetap belanjut selama ada penjajahan.
Akibatpenindasan yangsemakin kejam
terhadap rakyat, maka terjadi beberpa pergolakan didaerah perdalaman. Mereka
semakin dendam terhadap Jepang dengan kejadian penyukupan dan
pembunuhan terhadap pemimpin mereka, sehinga pemberontakan tidak saja dilakukan
oleh rakyat pribumi, tetapi juga masyarakat suku Cina. Pada awal febuari, 1945,
di perdalaman Ketapang Kapten Nakatani berhasil membongkar gerakan yang
dipimpin oleh The Tjiang His bekas komandan Studwacht yang akan mengadakan
pemberontakan terhadap Jepang. Begitu juga dengan nasib Kwe Thang Sia, yang
nasibnya tragis mati dipeggal kepalanya.
Kapten Nakatani terus melakukan
pembersihan di daerah-daerah perhuluan dan menangkapi pemimpin-pemimpin yang
ada. Namun sebaliknya yang terjadi di desa Kunyit, kapten Nakatani dan bersama
kapten Nakomura, kapten kamamoto dan dua orang heihonya tewas di pengal
kepalanya oleh suku Dayak bersama pangdandan dan anaknya begitu juga yang
terjadi di Tayan, de sebuah maskapai perkayuan milik orang Jepang bersama
Nagoyo tewas di bunuh oleh Pangdandan.
Sebagai tindakan balasan. Jepang
mengarahkan tentaranya dengan menyerang secara besar-besaran terhadap Meliau,
Tayan, Sanggau dan Sekadau. Seterusnya terjadi penyerangan dari pasukan Mayang
Desa, yang menyebabkan korban di dua belah pihak.
Penyerangan-Penyerangan dan
gerakan-gerakan untuk melawan Jepang memang sudah tidak dapat di bendung lagi,
dikarenakan tekanan dan penderitaan rakyat yang sudah lama di tahan. Apalagi
dengan adanya peristiwa-peristiwa yang begitu mencekam dan kejam yang dilakukan
Pemerintah Jepang. Seperti terjadinya penculikan dan pembunuhan secra
besar-besaran terhadap tokoh-tokoh Masyarakat, Raja dan Masyarakat yang tidak
bersalah, termasuk Raja Tayan yaitu Gusti Jafar dan Gusti Mahkmud.
Sealian itu sebelum terjadi penculikan
dan pembunuhan, Jepang juga telah melakukan kesalahan, dengan mengekang
kebebasan Rakyat dalam berpolitik maupun menjalan ibadah Agama. Jepang secara
hati-hati dan licik berusaha untuk mengadakan
penetrasi budaya di segala bidang, terutama untuk para pemudanya.
Penetrasi kebudayaan terutama melalui sekolah-sekolah yang didirikan oleh
Jepang, dan di brokrasi pemerintah. Ada juga dalam bentuk seni budaya seperti
sandiwara, Gambar-Gambar, perayaan-perayaan pasal malam dan juga film.
Perkumpulan-perkumpulan banyak didirikan
seperti Heiho seniendan dan keibondan. Pembentukan wadah bagi para pemuda ini
di maksud sebagai tenaga sukarela bagi kelancaran misi dari pemerintah Jepang.
Para pemuda dididik secara militer dan dipersiapkan sebagai tentara cadangan.
Selain dari pada itu di bentuk pula Nissinsai sebagai wadah penyaluran politik
bagi rakyat pribumi, namun sebagai dampaknya di keluarkan larangan pembentukan
partai-partai politik lain selain Nissinkai. Melalui pemuka masayarakat dan
tokoh pemuda, agar sewaktu merka dapat dimamfaatkan oleh para pemuda dan pemuka
masyarakat untuk secara diam-diam membentuk gerakan anti Jepang. Situasi dan
kondisi yang ada di Kalimantan Barat, di dukung oleh keadaan yang terjadi di
Banjarmasin. Gubenur Hada dan Dr. Soesilo memimpin pemberontakan di Banjarmasin
sebelum akhirnya mereka mengalami nasib yang tragis mati dipeggal kepalanya
oleh Jepang.
Peristiwa tersebut membakar semangat
para pemuda dan tokoh-tokoh masyarakat untuk melakukan pergolakan. Jepang yang
telah mencium adanya gerakan itu, secara licik mengumpulkan kaum pemuda dan
tokoh-tokoh masyarakat yang terbentuk dalam wadah Nissinkai dengan alas an
untuk mempersatukan cita-cita dalamm membela dan mempertahankan kekuasaan
pemerintahannya di Kalimantan Barat. Namun ternyata, pertemuan itu dimaksudkan
untuk membantai tokoh-tokoh masyarakat yang membangkang.
Peristiwa itu terulang kembali ada
tanggal 24 mei 1944, dengan menjebloskan para peserta konfrensi dengan tuduhan membawa
senjata. Jepang yang sudah kesetanan itu, menangkap orang-orang tak peduli itu
pria atau wanita untuk diajukan ke pengadilan militer. Sebagai besar masyarakat
yang ditangkap dan diculik adalahRaja-raja, Ulama, dokter, guru, pegawai, para
ceridik pandai, pemimpin organisasi, pemukamasyarakat danrakyat jelata.
Kekejaman jepang itu masih ditamah
dengan perampasan harta Belanda milik korban. Banyak barang-barang berharga
sepertiemas dan intan yang merupakan pustaka raja-raja habis dirampas. Bahkan
rumah-rumah yang tidak menjadi korbanpun ikut dirampas harta bendanya.
Pada masa ini kerajaan Tayan yang
diperintaholeh Gusti Jafar, juga tidak luput dari keganasan Jepang. Beliau
bersama puteranya Gusti Mahkmud pewaris tahta meninggal dibunuh Jepang. Harta
benda dirampas dan dokumen-dokumen penting sebagaian dirampas Jepang, dan
sisanya dibakar oleh jepang. Pemerintahan Kerajaan Tayan mengalami kekosongan
sampai Jepang pada akhirnya bertekuk lutut kepada sekutu. Kemudian diangkatlah
Gusti Ismael meninggalkan Gusti Jafar menjadi panembahan di Kerajaan Tayan
dengan bergeral panembahan Paku Negara.
Pada tahun 1960 beliau masih
memerintahsampai akhirnya pemerintahan Swapraja dihapuskan. Kemudian Gusti Ismael diangkat menjadiwadana
di Tayan dan di Ibukota kewedanan di pindah ke sanggau,beliau pension. Bekas
Kerajaan Tayan menjadi Ibukota Kecamatan sampai sekarang.
Daftar Pustaka
-
Arsib Nasional. 1973.
Iktisar keadaan politik Hindia Belanda Tahun 1839-1848. Jakarta.
-
Hadi, 1988, Menarik Pelajarann Dari Sejarah, Jakarta, PN.
CV. Haji Masadung.
-
Ja’ Aohmad, 1977/1978,
Kalimantan Barat Dibawah Pendudukan Tentara Jepang. Pontianak,, Proyek
Rahabilitasidan Peluasan Kabar
Depadikbud.
-
J.J.K Enthoven, 1903, Borneo’s Wester… Atdeeling,
Leiden, PN. Prospek.
-
Otonomi Daerah Di
Negara RI, Jakarta, PN. CV. Rajawali.
-
Lontaan. J.U. 1975,
Sejarah = Hukum Adat dan Adat Istiadat Kalimantan Barat, Pontianak Pemda TK. I
Kalimantan Barat.
-
M. Yannis, Kapal
Terbang Sembilan , Pontianak, tidak diterbikan.
-
…………..1984, Sejarah
Nasional Indonesia Jilid III, Jakarta, PN. Balai Pustaka.
-
…………..1993, Sejarah
Nasional Indonesia Jilid IV, Jakarta, PN. Balai Pustaka.
-
H. Morkes Effendi,
2005, Merenda Ketapang Hari Esok,
Indomedia Jakarta.
-
Sulistyorini, Pembayun.
2003.” Sejarah Berdirinya Kerajaan Simpang “, dalam Julnal Sejarah dan Budaya
Kalimantan No.2/2003.
-
Lontaan, J.U.1975.
Sejarah dan Hukum Adat Kalimantan Barat. Jakarta: Depertemen Pendidikdn dan
Kebudayaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar